Latar Belakang
PT. Kalbe didirikan pada pertengahan
tahun 1960 oleh Dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D dan Franciscus Bing Aryanto yang
bertujuan untuk membantu meningkatkan kesadaran kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Kemudian mereka memutuskan untuk mendirikan Kalbe yang berfokus
pada bisnis farmasi. Dr. Boen adalah seorang dokter dan ahli farmakologi yang
sangat paham tentang dunia farmasi, sedangkan Bing yang merupakan saudara Dr.
Boen sangat jeli dalam melihat kesempatan mengembangkan bisnis Kalbe. Bing juga
memiliki jaringan bisnis dan relasi yang luas. Kalbe berawal dari garasi
kecil di Tanjung Priok di Jakarta utara. Sekarang ini, Kalbe dikenal sebagai
salah satu perusahaan farmasi terbesar, yang menduduki peringkat ketiga dari 20
perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara.
Profil Perusahaan
PT Kalbe Farma Tbk adalah salah satu
perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 1966.
Visi Kalbe adalah menjadi dominan dalam bisnis kesehatan di Indonesia dan
menjadi pemain dalam pasar global dengan brand yang kuat, peningkatan melalui
manajemen yang bagus dan teknologi canggih. Misi Kalbe adalah meningkatkan
kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Nilai utama dari Kalbe adalah
integritas, kerjasama yang kuat, inovasi, agility dan memberikan yang terbaik
untuk konsumen.
Ada banyak faktor yang mendukung,
menstimulasi dan mempercepat kemajuan Kalbe. Pada dasarnya ada 4 kunci sukses
yang membuat Kalbe mampu berprestasi, yaitu:
1.
produk
inovator yang bervariasi,
2.
strategi
marketing yang solid,
3.
komitmen
yang tinggi pada Research and Development
4.
sumber
daya manusia yang reliabel.
KEKUATAN
Faktor Strategis Internal
|
Bobot
|
Rating
|
Skor
|
Keterangan
|
1. Produk
- produknya merupakan Market Leader
|
0.18
|
4
|
0.72
|
Berbagai
produk Kalbe Farma merupakan Market Leader di Indonesia. Produk obat – obatan
menguasai 14 persen pangsa pasar di Indonesia. Extra Joss merupakan market
leader untuk produk minuman berenergi di Indonesia 38% dan filipina 50%
|
2. Produknya
merupakan Motivator
|
0.10
|
3
|
0.30
|
Dengan
mengembangkan obat – obatan serta rumusan kimia baru baiki dengan kemampuan
sendiri ataupun melalui aliansi strategis dengan mitra internasional. Serta
banyak menghasilkan produk – produk baru yang berbasis teknologi tinggi.
|
3. Pada
tanggal 16 Desember 2005 berhasil bergabung dengan Dankos dan PT. Enseval
|
0.13
|
3
|
0.39
|
Secara
Horisontal Kalbe baru menawarkan rentang produk yang lebih luas, mulai dari
berbagai bentuk obat dan makanan kesehatan sampai suplemen dan minuman
berenergi. Secara vertikal mereka melakukan kegiatan dari pengadaan bahan
baku, manufacturing, produk jadi, pemasaran, sampai penjualan dan distribusi.
|
4. Pendapatan
meningkat 18% Per tahun
|
0.09
|
3
|
0.27
|
Kalbe
memiliki pengalaman yang cukup panjang dan dari segi finansial, pendapatan
kalbe meningkat sekitar 18% per tahun.
|
5. Memiliki
manajemen senior yang berpengalaman
|
0.08
|
2
|
0.
16
|
Didalam
Kalbe Farma terdapat mantan Dirjen BPOM dalam mengembangkan, memproduksi,
pemasaran dan menjual produk – produk kesehatan dan farmasi. Dilengkapi tim
yang solid dan kerjasama yang baik antar departemen internal dan hubungan
yang erat mitra.
|
6. Memiliki
7GMP (Good Manufacturing Practice) berstandar internasional
|
0.
11
|
3
|
0.33
|
Semua
fasilitas produksi di dalam Kalbe Farma dan anak perusahaan kalbe farma telah
mendapatkan sertifikasi ISO 9001.
|
KELEMAHAN
Faktor Strategis
Internal
|
Bobot
|
Rating
|
Skor
|
Keterangan
|
1.
Ekspansi ke Noncore Business
|
0.14
|
3
|
0.42
|
Ekspansi ini dapat mengakibatkan
kurang fokusnya perusahaan dalam pengembangan bisnis didunia farmasi.
|
2.
Penggunaan bahan baku impor
|
0.17
|
4
|
0.68
|
Komponen impor dari obat masih sangat
tinggi, yaitu sebesar 90% dari bahan baku yang digunakan (bahan aktif dan
bahan pembantu) serta sekitar 50% dari bahan pengemas yang digunakan.
|
TOTAL
|
1
|
3.27
|
KEKUATAN
Kalbe merupakan market leader untuk produk kesehatan
masyarakat dan market leader untuk produk ethical. Produk-produknya merupakan
leading brand dengan berbagai segmentasi pasar yang spesifik. Selain itu
produknya merupakan inovator, dengan mengembangkan obat-obatan serta rumusan
kimia baru baik dengan kemampuan sendiri ataupun melalui aliansi strategis
dengan mitra internasional. Serta banyak menghasilkan produk-produk baru yang
berbasis teknologi tinggi.
Pada tanggal 16 Desember 2005, Manajemen Kalbe telah berhasil
melakukan penggabungan usaha dengan Dankos dan PT Enseval (”Enseval”) menjadi
satu perusahaan dalam rangka menciptakan satu perusahaan farmasi tercatat dan
terbesar di kawasan Asia Tenggara. Penggabungan usaha ini akan memberikan
peluang bagi masa depan Kalbe dalam meningkatkan efisiensi serta efektivitas.
Merger yang melibatkan PT Enseval sebagai superholding dan
tiga anak perusahaan yang terdaftar di BEJ tersebut — Kalbe Farma, Dankos
Laboratories (DNKS), Enseval Putera Megatrading (EPMS) — sekaligus membentuk
perusahaan yang betul-betul terintegrasi. Secara horisontal, Kalbe “baru”
menawarkan rentang produk yang jauh lebih luas, mulai dari berbagai bentuk obat
dan makanan kesehatan sampai suplemen dan minuman berenergi. Secara vertikal,
mereka melakukan kegiatan dari pengadaan bahan baku, manufacturing produk jadi,
pemasaran, sampai penjualan dan distribusi.
Kalbe memiliki pengalaman yang cukup panjang dan dari segi
finansial, pendapatan kalbe meningkat sekitar 18% per tahun.
Manajemen Kalbe memiliki personel yang berpengalaman, termasuk
di dalamnya mantan dirjen BPOM dalam mengembangkan, memproduksi, pemasaran dan
menjual produk-produk kesehataan dan farmasi. Dilengkapi dengan tim yang solid
dan kerja sama yang baik antardepartemen internal dan hubungan yang erat dengan
mitra , PT Kalbe Farma Tbk semakin mengukuhkan diri dalam jajaran perusahaan
besar di Indonesia.
Pada bagian produksi, Kalbe memiliki 7 GMP (Good
Manufacturing Practice) yang telah berstandar international dengan 2 GMP
tambahan yang masih dibangun. Komitmen Kalbe dalam hal ini telah diakui melalui
serangkaian hasil pengujian badan sertifikasi.
Semua fasilitas produksi milik Kalbe dan Anak perusahaan
telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001, sementara Kalbe, PT Dankos Laboratories
Tbk. (”Dankos”) dan PT Bintang Toedjoe juga telah meraih sertifikasi ISO14001
serta OHSAS 18001/SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Kalbe dan Dankos secara konsisten berhasil mempertahankan pencapaian yang amat
memuaskan dalam penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik,
yaitu nomor lima dan nomor dua diantara semua perusahaan yang telah tercatat di
Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005.
Pada bagian distribusi, Kalbe memiliki tenaga pemasaran
sebanyak 6000 personil dengan 1 juta outlet di seluruh Indonesia. Ditopang
struktur bisnis yang cukup lengkap, yakni memiliki perusahaan distribusi dan
jaringan rumah sakit yang mengusung merek Mitra Keluarga dan Mitra
International, termasuk sekolah perawat.
KELEMAHAN
Ekspansinya ke non core-business,
seperti ke bisnis property (PT Kalbe Land) dan pendidikan (STIE Kalbe).
Ekspansi ini dapat mengakibatkan kurang fokusnya perusahaan dalam pengembangan
bisnis farmasi.
Penjualan ekspor sampai dengan
September 2005 bertumbuh sebesar 127,7 persen dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Sedangkan penjualan lokal bertumbuh dengan 28,6 persen.
Meskipun ekspor tumbuh sangat besar, namun melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS tidak dapat membawa keuntungan yang besar juga. Pasalnya,
sekitar 90 persen bahan baku masih impor sehingga harganya juga melonjak.
Akibatnya, persentase laba kotor (gross margin) hanya mencapai 54,3 persen. Hal
ini disebabkan karena Komponen impor dari obat masih sangat tinggi, yaitu
sebesar 90% dari bahan baku yang digunakan (bahan aktif dan bahan pembantu)
serta sekitar 50% dari bahan pengemas yang digunakan.
Bahan aktif yang sudah bisa
diproduksi di dalam negeri jumlahnya tidak berarti dan belum bisa diperoleh
dengan harga yang bersaing dibandingkan dengan sumber dari luar negeri.
Upaya-upaya untuk meningkatkan self sufficiency di bidang pengadaan bahan baku
sering terbentur pada permasalahan :
- Banyaknya jenis bahan baku yang digunakan oleh industri
farmasi (hingga 6.000 items) sehingga banyak pemakaian per item yang tidak
memenuhi skala produksi ekonomis.
- Masalah utama adalah pengadaan bahan baku untuk bahan
dasar produksi lokal bahan baku yang terkait dengan :
A. Kurang berkembangnya industri
kimia hulu yang bisa menopang pengadaan intermediates untuk bahan dasar
pembuatan obat. Ketergantungan pada intermediates dari luar negeri hingga
tingkat tertentu bisa mengurangi manfaat yang diperoleh dari sintesis lokal.
B. Kurang adanya koordinasi antara
industri terkait misalnya industri petrokimia dan industri farmasi. Sering
terjadi industri farmasi mengalami kesulitan karena intermediate-nya tidak bisa
dibuat lokal.
Kelemahan pada dasarnya industri
farmasi memang merupakan industri yang knowledge intensive dan highly regulated
tetapi aspek regulasi industri farmasi di Indonesia dirasa cukup berat yang
bersumber dari :
- Policy yang ada dibuat dengan semangat pengawasan dan
bukan pengembangan;
- Pelaksanaan yang terasa lamban karena ketidakseimbangan
antara jumlah pengawas dari pemerintah dengan pihak swasta yang harus
dilayani.
Mata rantai lain yang merupakan
bagian dari aspek pemasaran dan distribusi hasil produksi industri farmasi
masih belum seimbang baik secara kualitatif dan kuantitatif:
- Misalnya ratio dokter perpopulasi di Indonesia sekitar
140 dokter untuk 1 juta penduduk.
- Jumlah apotik (drug store) saat ini berjumlah sekitar
6.000 buah yang terkonstrasi di kota-kota untuk melayani rakyat Indonesia
yang lebih dari 200 juta penduduk. Program pharmaceutical care juga belum
berjalan dengan baik sehingga mengurangan pemanfaatan obat secara optimal di
masyarakat.
- Distributor yang jumlahnya cukup banyak tetapi tidak
mempunyai jangkauan yang luas dan network yang efisien sehingga biaya
distribusi relatif mahal.
Pengembangan industri farmasi di
Indonesia masih terkendala oleh pasokan bahan baku. Sebanyak 90% bahan baku
farmasi berasal dari impor, terutama dari India dan Tiongkok. Direktur
Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Togi Junice Hutadjulu
mengatakan, minimnya pasokan bahan baku dalam negeri karena Indonesia belum
memiliki industri kimia dasar yang berfokus membuat molekul obat. Saat ini,
industri kimia dasar di Tanah Air memprioritaskan hasil produksinya untuk
produk hilir lain semisal cat dan kosmetik. Untuk menghindari ketergantungan
impor bahan baku tersebut, Togi menilai diperlukan adanya pengembangan
bioteknologi untuk obat biologi di Indonesia. Sebab, bioteknologi dianggap
dapat menjadi alternatif bahan baku obat yang lebih murah.
Direktur Corporate Business
Development PT Kalbe Farma Tbk Sie Djohan mengatakan penggunaan
bioteknologi dalam industri farmasi sebenarnya mudah dilakukan. Ini karena di
Indonesia bahan baku untuk pengembangan bioteknologi lebih mudah didapatkan
ketimbang bahan baku obat kimia. Selain itu, pendirian pabrik bahan baku
bioteknologi juga dianggap dapat menghasilkan devisa negara karena olahannya
dapat diekspor. Menurut Djohan, Indonesia dapat melakukan penghematan hingga
90% dari total devisa yang dikeluarkan untuk impor bahan baku obat. Hanya saja,
Djohan menilai ada berbagai kendala dalam pengembangan bioteknologi di
Indonesia. Menurut Djohan, salah satu kendala itu adalah kurangnya tenaga kerja
yang berkompetensi dalam pengembangan bioteknologi.
Kendala lainnya adalah ketika
melakukan impor bahan baku untuk pengembangan bioteknologi. Menurut Djohan,
impor bahan baku tersebut lama dan harganya meningkat tiga kali lipat
dibandingkan membeli di luar negeri, seperti Tiongkok dan Singapura. Selain
itu, Djohan menilai belum adanya insentif untuk riset bioteknologi di
Indonesia. Padahal, Singapura saja sudah memberikan insentif pengurangan pajak
yang dilipatgandakan (double tax deduction) kepada perusahaan yang melakukan
penelitian. Bahkan, belakangan Singapura mengembalikan biaya (reimburse) riset
yang dilakukan oleh suatu perusahaan. "Itu sangat menarik buat orang
melakukan aktivitas riset di Singapura. Mungkin kalau kita menginginkan
industri farmasi di Indonesia berbasis riset, itu perlu dipikirkan. Karenanya,
Djohan meminta agar pemerintah mampu mendorong perkembangan teknologi dengan
kemudahan melalui regulasi yang diterbitkan. Dia menyebut, pemerintah harus
mencontoh beberapa negara maju lain yang mendukung pengembangan bioteknologi
melalui berbagai regulasinya.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maria Linda Sitanggang mengaku akan
mendorong kemudahan bioteknologi sebagai bagian dari pengembangan industri
farmasi nasional. Langkah ini diberikan melalui fasilitasi, regulasi yang
mendukung, serta melalui koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan. Selain
itu pemerintah juga berencana memberi insentif untuk investasi pada pembangunan
bahan baku lokal farmasi, termasuk keringanan pajak penghasilan, pengembalian
pajak dan insentif lainnya.
PELUANG
Faktor Strategis
Eksternal
|
Bobot
|
Rating
|
Skor
|
Keterangan
|
1.
Besarnya jumlah penduduk
Indonesia dan masih rendahnya konsumsi obat dapat menjadi pasar potensial
|
0.22
|
3
|
0.66
|
Besarnya penduduk Indonesia dan masih
rendahnya konsumsi obat perkapita menyebabkan pasar potensial yang bisa
dikembangkan. Peluang untuk masuk ke 6 pasar utama di Asia Tenggara dengan
populasi mencapai 500 juta atau kira-kira 8% dari populasi dunia.
|
2.
Saluran distribusi yang tersebar
luas di Indonesia
|
0.23
|
3
|
0.69
|
Divisi Distribusi dan Logistik Kalbe
mengoperasikan jaringan distribusi produk farmasi dengan jangkauan terluas di
Indonesia. Jaringannya yang luas mencakup seluruh 33 provinsi di Indonesia,
yang mendukung Kalbe dalam memberikan layanan ke seluruh negeri, suatu
keunggulan kompetitif yang signifikan bagi Perseroan
|
ANCAMAN
Faktor Strategis Eksternal
|
Bobot
|
Rating
|
Skor
|
Keterangan
|
1.
Adanya kompetisi internal yang
cukup keras
|
0.18
|
2
|
0.36
|
Di dalam produk obat flu misalnya
kalbe memiliki procold sementara dankos laboratories juga mempunyai produk
yang serupa yaitu mixagrip
|
2.
Peredaran obat palsu
|
0.25
|
4
|
1
|
Legal system belum dapat menanggulangi
peredaran obat palsu secara efektif sehingga harga obat lebih sulit di
kontrol.
|
3.
Semakin luasnya pasar yang ingin
dicapai
|
0.21
|
3
|
0.63
|
Dengan menembus pasar internasional
akan semakin meningkat pula pesaing – pesaing bisnis farmasi. Kalbe mengakui
jika produknya masih belum mampu bersaing dengan produk yang berasal dari
eropa.
|
TOTAL
|
1
|
3.34
|
Faktor – Faktor
Strategi Eksternal Perusahaan
PELUANG
Pertama, besarnya penduduk Indonesia dan masih rendahnya konsumsi
obat perkapita menyebabkan pasar potensial yang bisa dikembangkan. Peluang
untuk masuk ke 6 pasar utama di Asia Tenggara dengan populasi mencapai 500 juta
atau kira-kira 8% dari populasi dunia. Total pasar ini lebih dari $890 milyar
pada GDP dan kemungkinan akan tumbuh 5% per tahun selama 5 tahun ke depan.
Konsumsi produk farmasi termasuk resep dan OTC diperkirakan 7 milyar dan
berkembang menjadi 13% dari 2005 sampai 2010. Serta terbukanya peluang ekspor
sebagai akibat dari penurunan nilai rupiah dan pelaksanaan Good Manufacturing
Practice yang baik di Indonesia.
Tahun 2000, Kalbe mulai memberi perhatian lebih besar pada
pasar internasional. Awalnya, perusahaan melempar produk ke pasar ASEAN,
seperti Malaysia dan Singapura. Kemudian, sayap bisnis ekspornya pun melebar ke
Afrika Selatan. Hal ini dibuktikan Kalbe dengan menerapkan strategi-strategi.
Strategi pertama, trading based, yakni pihak Kalbe menunjuk distributor lokal
di negara-negara tujuan ekspor. Kerja sama ini sangat simpel karena sebatas aktivitas
jual-beli saja. Namun, lewat jaringan para trader ini produk-produk Kalbe ada
di banyak negara, seperti Pakistan dan Iran, padahal Kalbe belum memiliki mitra
distribusi di negara-negara tersebut. Strategi kedua, marketing based. Kalbe
membangun kantor perwakilan di setiap negara tujuan yang dari hasil survei
internal berpotensi bagi pengembangan produk ekspornya. Saat ini ada 8 kantor
perwakilan Kalbe di beberapa negara, seperti Malaysia (untuk pasar Singapura
dan Malaysia), Myanmar, Kamboja, Vietnam, Filipina, Sri Lanka dan Thailand.
Mereka bertugas melakukan aktivitas pemasaran, memonitor pasar dan melakukan
survei. PT Kalbe Farma berencana membangun pabrik Orange Kalbe Limited di
Nigeria. Pembangunan pabrik ini untuk memperkuat pangsa pasar di Afrika Barat.
“Nigeria akan dijadikan sebagai basis dari pemasaran produk-produk Kalbe
Farma,” kata Dirut PT Kalbe Farma Johannes Setijono. Rencananya pabrik itu akan
digunakan untuk memproduksi obat-obat OTC (obat tanpa resep) dan minuman
energi.
Kedua, kecenderungan berkembangnya Sistem Penanganan
Kesehatan yang wajar yang dapat menyalurkan tenaga dokter termasuk dokter
spesialis yang dibutuhkan.
Saat ini angka belanja
kesehatan masyarakat Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) tergolong
sangat rendah, apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia
Tenggara. Pada 2010, persentase belanja kesehatan Indonesia hanya 2,6
persen PDB, sedangkan belanja kesehatan Singapura mencapai 4,1 persen
PDB, Filipina (3,6 persen), Thailand (3 persen) dan Malaysia (4,4 persen).
Potensi peningkatan belanja kesehatan juga akan didorong oleh jumlah penduduk Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik 2000-2010 mengindikasikan pertambahan penduduk rata-rata 1,49 persen per tahun, dengan pertumbuhan paling cepat pertumbuhan pada usia produktif. Populasi Indonesia pada 2020 diperkirakan akan mencapai 275 juta dan 319 juta pada 2030. Proyeksi ini menjadikan pangsa pasar obat di Indonesia sangat potensial dan termasuk salah satu yang terbesar di dunia.
Menurut Data Kementerian Kesehatan 2012, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 206 perusahaan, sebanyak 39 di antaranya perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13 persen setiap tahun dan lebih dari 70 persen total pasar obat di Indonesia dikuasai oleh perusahaan nasional. Namun, angka ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96 persen diimpor dari China, India, dan Eropa.
Pertumbuhan positif industri farmasi juga terekam dari performa perusahaan farmasi di bursa efek Indonesia. Pada 2012, sejumlah emiten menunjukkan kinerja cemerlang, seperti Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk yang mencatat margin usaha 44 persen, Kalbe Farma Tbk 16 persen dan Merck Tbk sebesar 15 persen.
Dari sisi kapitalisasi pasar, saham Kalbe Farma merupakan saham yang sangat likuid dengan kapitalisasi terbesar di industri farmasi sebesar Rp 72 triliun dan memiliki bobot indeks 1,4 persen. Tahun lalu laba bersih konsolidasi indikatif tercatat sebesar Rp 1,7 triliun meningkat 17 persen dibanding periode yang sama sebesar Rp 1,5 triliun. Nilai penjualan perusahaan mencapai Rp 13,6 triliun. Tahun ini perseroan menarget pertumbuhan laba bersih 15-16 persen.
Potensi peningkatan belanja kesehatan juga akan didorong oleh jumlah penduduk Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik 2000-2010 mengindikasikan pertambahan penduduk rata-rata 1,49 persen per tahun, dengan pertumbuhan paling cepat pertumbuhan pada usia produktif. Populasi Indonesia pada 2020 diperkirakan akan mencapai 275 juta dan 319 juta pada 2030. Proyeksi ini menjadikan pangsa pasar obat di Indonesia sangat potensial dan termasuk salah satu yang terbesar di dunia.
Menurut Data Kementerian Kesehatan 2012, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 206 perusahaan, sebanyak 39 di antaranya perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13 persen setiap tahun dan lebih dari 70 persen total pasar obat di Indonesia dikuasai oleh perusahaan nasional. Namun, angka ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96 persen diimpor dari China, India, dan Eropa.
Pertumbuhan positif industri farmasi juga terekam dari performa perusahaan farmasi di bursa efek Indonesia. Pada 2012, sejumlah emiten menunjukkan kinerja cemerlang, seperti Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk yang mencatat margin usaha 44 persen, Kalbe Farma Tbk 16 persen dan Merck Tbk sebesar 15 persen.
Dari sisi kapitalisasi pasar, saham Kalbe Farma merupakan saham yang sangat likuid dengan kapitalisasi terbesar di industri farmasi sebesar Rp 72 triliun dan memiliki bobot indeks 1,4 persen. Tahun lalu laba bersih konsolidasi indikatif tercatat sebesar Rp 1,7 triliun meningkat 17 persen dibanding periode yang sama sebesar Rp 1,5 triliun. Nilai penjualan perusahaan mencapai Rp 13,6 triliun. Tahun ini perseroan menarget pertumbuhan laba bersih 15-16 persen.
Divisi Distribusi dan
Logistik Kalbe mengoperasikan jaringan distribusi produk farmasi dengan
jangkauan terluas di Indonesia. Jaringannya yang luas mencakup seluruh 33
provinsi di Indonesia, yang mendukung Kalbe dalam memberikan layanan ke seluruh
negeri, suatu keunggulan kompetitif yang signifikan bagi Perseroan. Untuk
distribusi produk farmasi, jaringan tersebut menjangkau hampir seluruh rumah
sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, farmasi dan toko obat di Indonesia.
Untuk produk-produk kesehatan dan nutrisi, divisi ini mampu menjangkau secara
tidak langsung hampir sebanyak satu juta outlet di seluruh Indonesia.
Selain mendistribusikan
produk-produk internal Kalbe, divisi ini mengalokasikan sekitar sepertiga
kapasitasnya untuk melayani kebutuhan distribusi prinsipal pihak ketiga. Divisi
Distribusi dan Logistik juga mengelola usaha perdagangan alat kesehatan dan
bahan baku.
ANCAMAN
Adanya kompetisi internal yang cukup keras. Sesuatu yang
diistilahkannya “perang saudara” terutama terjadi di jalur pemasaran. Lebih
spesifik lagi, di produk-produk farmasi yang berada di kategori yang sama. Di
obat flu, misalnya, Kalbe memiliki Procold sementara Dankos Laboratories punya
andalan yang cukup ampuh, Mixagrip. Lantaran Kalbe dan Dankos bisa saling
melihat data masing-masing, mereka bisa saling menjatuhkan.
IPMG memproyeksikan peredaran obat palsu di Indonesia
mencapai 15%-20% dari total pasar farmasi nasional. Lutfi Mardiansyah, Ketua
IPMG menyatakan pada 2011 peredaran obat palsu di Indonesia diperkirakan
mencapai Rp 5,7 triliun - Rp 7,6 triliun, meningkat 11% dibanding 2010.
Tingginya peredaran obat palsu di Indonesia saat ini karena
harganya lebih murah dibandingkan obat yang memiliki hak paten. Obat palsu yang
beredar di Indonesia ada yang diracik di dalam negeri namun ada pula yang
diimpor dari beberapa negara seperti Singapura dan Malaysia. Hal itu karena
obat-obat tersebut diimpor secara ilegal. Penggunaan obat palsu merugikan
masyarakat dan produsen farmasi di Indonesia.
Peredaran obat palsu merugikan produsen farmasi di Indonesia,
baik perusahaan lokal seperti PT Kalbe
Farma Tbk, PT Tempo Scan Pacific Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT
Indofarma Tbk, dan PT Pyridam
Farma Tbk, maupun perusahaan farmasi asing seperti PT Merck Tbk, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, dan PT Schering-Plough Indonesia
Tbk.
Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP),
Widyaretna Buenastuti, memperkirakan kerugian ekonomi akibat peredaran obat
palsu di Indonesia tahun ini diperkirakan 3,5% dari total pasar farmasi
nasional. "Perbedaan angka baik dari BPOM maupun asosiasi kemungkinan
besar karena perbedaan metodologi perhitungan.
Menurut dia, peredaran obat palsu cenderung meningkat karena
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap aksi pemalsuan serta makin bertambahnya
permintaan obat di Indonesia. Pemalsuan obat dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya membuat kemasan palsu atau impor ilegal. Produk obat palsu umumnya
dikemas dengan kemasan yang menyerupai kemasan asli. Selain itu, peredaran obat
palsu sering menggunakan kemasan obat luar negeri, namun produknya palsu.
Sementara obat palsu melalui impor ilegal dilakukan dengan
cara impor pararel, yaitu impor yang dilakukan dengan menjual kembali produk ke
suatu negara tanpa izin atau persetujuan dari pemegang hak paten atau lisensi.
Data Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menyebutkan pasar
farmasi di Indonesia pada 2012 diperkirakan mencapai Rp 43,3 triliun - Rp 43,7
triliun, tumbuh 13%-15% dibanding 2011. Pasar farmasi nasional tumbuh di atas
10% dalam tiga tahun terakhir. Di 2011, pasar farmasi nasional mencapai Rp 38
triliun, naik 11,7% dibanding 2010 sebesar Rp 34 triliun.
TABEL MATRIK
IFAS
|
Kekuatan (S)
|
Kelemahan (W)
|
EFAS
|
1. Produk
produknya merupakan market leader
2. Saluran
distribusi yang tersebar luas di seluruh Indonesia
|
1. Ekspansi
ke Noncore business
2. Penggunaan
bahan baku impor
|
Peluang (o)
1. Besarnya
jumlah penduduk Indonesia dan masih rendahnya konsumsi obat perkapita
menyebabkan pasar potensial yang bisa dikembangkan.
2. Kecenderungan
berkembangnya system penenganan kesehatan yang wajar dapat menyalurkan tenaga
dokter termasuk dokter spesialis yang dibutuhkan.
|
Strategi SO
1. Pemanfaatan
secara penuh jaringan distribusi yang ada diseluruh indonesia
|
Strategi WO
1. Memanfaatkan
bioteknologi secara optimal untuk mengurangi penggunaan bahan baku
|
Ancaman (T)
1. Obat
palsu
2. Semakin
luasnya pasar yang ingin dicapai
|
Strategi ST
1. Peningkatan
pengawasan pada tingkat distributor
2. Pembentukan
perusahaan riset produk bioteknologi di luar negri
|
Strategi WT
1. Meningkatkan
pengawasan terhadap beredarnya obat palsu
|
ANALISIS STRATEGI
Setelah melalui periode penuh tantangan tahun 2015, bahwa
Kalbe mampu menunjukkan pemulihan kinerja usaha di tahun 2016. Laba bersih
setelah pajak tercatat sebesar Rp2.299 miliar, meningkat 14,8% dari pencapaian
2015 sebesar Rp2.004 miliar, sehingga laba bersih per saham mencapai sebesar Rp49,
lebih baik dari pencapaian tahun sebelumnya sebesar Rp43. Pada Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan tanggal 31 Mei 2016, pemegang saham menyetujui rasio
pembayaran dividen sebesar 44%. Dividen final untuk tahun keuangan yang
berakhir di 2015 sebesar Rp891 miliar, atau Rp19 per saham, telah sepenuhnya
dibayarkan pada tanggal 30 Juni 2016.
Dividen untuk tahun 2016 akan diusulkan pada rapat umum
pemegang saham tahunan yang akan diselenggarakan bulan Juni 2017. Sepanjang
tahun 2016, Kalbe terus melakukan investasi dan berupaya memperkuat kapabilitas
yang ada, serta membangun landasan yang dibutuhkan agar Perseroan dapat
merespon perubahan transformatif yang terjadi di industri kesehatan. Antara
lain, kemajuan positif telah dicapai dalam persiapan kami memasuki pasar
biofarmasi. Kami telah menyelesaikan pembangunan pabrik obat biologi, yang saat
ini tengah menjalani proses sertifikasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM) selaku regulator. Setelah beroperasi nanti, fasilitas baru tersebut
akan menjadi salah satu fasilitas produksi pertama di Indonesia untuk
obat-obatan biosimilar, sehingga menciptakan keunggulan bagi Kalbe. Selain
memperluas jaringan distribusi fisik, kami terus berupaya memperkuat kehadiran
perdagangan elektronik Kalbe, seiring dengan makin populernya teknologi digital
di Indonesia. Dengan gembira saya laporkan bahwa bidang usaha digital kami
telah meraih perkembangan yang positif dalam beberapa tahun terakhir, serta
terus meraih pertumbuhan jumlah pengguna setia.
Dapat diambil kesimpulan Strategi yang cocok untuk perusahaan
Kalbe Farma adalah Growth Strategy karena perusahaan ini sedang melakukan
pengembahan teknologi agar perusahaan dapat tumbuh lebih besar dan berkembang.
No comments:
Post a Comment