Nenek Jingga adalah tetangga baru yang menempati rumah di depan rumah
Asti. Wajahnya sudah sangat keriput, dengan mata yang menyeramkan
seperti nenek sihir di film film horor.
Asti sering bergidik melihatnya. Setiap kali bertemu di depan rumah Asti langsung berlari kencang menghindar.
“Aku takut Bun!” keluhnya pada Bunda yang menegur sikapnya, “Nenek itu seram sekali wajahnya..”
“Bukan seram,Asti..itu karena nenek sudah tua jadi wajahnya berkerut!”kata Bunda
Tapi
tetap saja Asti takut berdekatan dengan Nenek Jingga. Kadang Nenek
Jingga memanggilnya masuk ketika Asti melongok longok dipagar berharap
menemukan keanehan dirumah Nenek itu.Ketika Nenek Jingga keluar, Asti
lari masuk ke dalam.
Malamnya ia suka bermimpi Nenek Jingga
datang dengan giginya yang runcing dan topi kerucut ala nenek sihir.Asti
menjerit terbangun.
“Kenapa Asti?? Mimpi buruk?” Tanya Ayah yang ikut terkejut.
“Asti mimpi Nenek Jingga datang Yah…” sungutnya. Bunda dan Ayah tertawa mendengarnya.
“Ih sudah kelas tiga kok masih penakut. Nenek Jingga kan baik, di sering kirim kue Sus kesukaanmu tuh!”
Asti bergidik. Di dalam pikirannya sekarang Nenek Jingga
sedang membersihkan sapu terbangnya untuk kemudian berkeliling menculik
anak anak perempuan seusianya.Hiiiihhh!!…
Pulang sekolah Asti menemukan rumahnya dalam keadaan kosong dan terkunci. Kemana bunda?
“Cucu,…” sapaan serak itu mengejutkan Asti. Nenek Jingga sudah berdiri di belakangnya, menyeringai dengan mata menyipit.
“Bundamu
tapi titip pesan supaya kamu kerumah Nenek dulu karena Bunda harus ke
rumah sakit, Bude mu sakit keras…”Nenek Jingga mengulurkan tangannya
mengajak Asti ke rumahnya.
Duuuh! Bunda kenapa nitipin aku ke Nenek sihir sih!! Gerutunya. Bulu kuduknya berdiri.
Sementara hari mendung dan sebentar lagi kelihatannya akan turun hujan lebat.
Asti menurut, mau tidak mau. Ia memberanikan diri mengikuti Nenek Jingga.
Asti
duduk di teras, dan benar saja…hujan mulai turun disertai petir. Asti
melongok longokkan kepalanya ke sekitar. Takut menemukan sapu terbang
milik Nenek Jingga.
Plarrr!!! Tiba-tiba suara halilintar terdengar menyambar. Asti menjerit naik ke atas kursi dan berjongkok menekap tubuhnya.
Nenek Jingga terkekeh melihat kelakuannya. Ia keluar menyuguhkan Kue Sus dan teh hangat.
“Takut
ya…?” katanya masih terkekeh,”Ayo minum teh ini supaya tubuhmu
hangat,Cu…dan ini kue sus buatan Nenek, kata Bundamu kamu sangat suka….”
Asti mendekat perlahan. Perutnya memang sedikit lapar karena belum makan siang.
“Suara halilintar itu keras sekali…”gumamnya.
Nenek Jingga terkekeh lagi, kulitnya yang keriput makin terlihat berkerut kerut.
“Cucu tau apa penyebab Halilintar?”
Karena sihirmu,…Abrakadabraaaaa!!! Asti masih berkhayal sebelum mengeleng ragu.
“Halilintar
itu adalah percikan listrik.Penyebabnya adalah loncatan listrik yang
amat besar dari awan ke awan ,dan juga dari awan ke bumi….”terang Nenek
Jingga.
Asti mendengarkannya seksama.
“Nanti kalau kamu
sudah sekolah menengah kamu akan belajar adanya kutub negatif dan kutub
positif. Nah , Halilintar itu terjadi karena perbedaan kutub yang besar
antara awan ke awan atau awan ke bumi, karena perbedaan yang terlalu
besar itu maka terjadi lah pelepasan listrik dan menimbulkan cahaya
raksasa..”
Asti memandang Nenek Jingga takjub. Ternyata nenek
sihir ini sangat pintar. Sedikit demi sedikit Asti berani bertanya pada
Nenek Jingga apa yang ingin di ketahuinya.
“Itu yang dinamakan petir?”
Nenek
mengangguk,”karena petir berbahaya, makan hampir setiap bangunan tinggi
punya penangkal petir di atapnya.Bentuknya seperti logam yang di
letakkan di atas gedung…”
Nenek menuangkan teh lagi pada gelas Asti yang tandas.
Di luar masih terlihat petir menyambar dan hujan yang cukup lebat.
“Hebat ya yang punya ide membuat penangkal petir itu…” gumam Asti.
“Iya. Dia adalah seorang ilmuwan bernama Benjamin Franklin….”
Asti jadi benar benar tertarik dengan cerita Nenek Jingga,”Nenek kok banyak tahu sih….”
Nenek Jingga terkekeh lagi,” Nenek dulu adalah Guru Sekolah Dasar….dan Nenek senang membaca!”
Asti tercengang. “Guru?”
“Iya,
tapi Nenek sudah lama pensiun…sekarang Nenek sering mengisi waktu untuk
mendongeng dan bercerita tentang Ilmu pengetahuan di sekolah sekolah…”
terang Nenek Jingga.
Perlahan ketakutan Asti berubah menjadi
kekaguman. Di usia Nenek Jingga yang setua ini, beliau masih kuat
mengerjakan semua sendiri dan bahkan masih kuat berkeliling sekolah
sekolah untuk bercerita.
Semenjak saat itu Asti jadi
sering bertandang ke rumah Nenek Jingga. Ternyata dari Nenek yang dulu
ditakutinya ini Asti bisa banyak menimba ilmu.
No comments:
Post a Comment